Senin, 16 Januari 2012

Setelah mengetahui kebudayaan Dayak secara umum, maka dapat dilihat beberapa kebiasaan mereka yang memiliki nilai naturalistis. Mereka hidup menyatu dengan alam, mulai dari memenuhi kebutuhan hidup sampai hal kepercayaan mengenai kemistisan alam. Seperti yang tergamabar dalam kepercayaan Kaharingan yang mereka anut. Akan tetapi dalam kepercayaan Kaharingan mereka, ada ajaran-ajaran tentang etiket sebagai pedoman berperilaku di masyarakat. Bila ditinjau dari sistem kekerabatan orang Dayak, khususnya mengenai sistem perkawinannya dapat dilihat yang diidealkan adalah yang memiliki ikatan keluarga sangat dekat, mungkin alasan mereka adalah supaya ikatan kekerabatan mereka akan tetap terjaga dan tentunya alasan yang lainnya karena mereka sudah saling mengenal karakter masing-masing mempelai karena masih satu keluarga.
Mengenai Rumah Betang atau rumah panjang dalam kehidupan masyarakat Dayak dalam suatu kelompok yang tinggal menjadi satu dalam rumah Betang tersebut, memiliki peranan penting dalam sistem kekerabatan dan sistem sosial mereka. Mulai dari pengolongan kepala suku, kerabat dekat kepala suku hingga anggota kelompok yang biasa itu pun terjadi di rumah Betang. Dalam rumah tersebut pula proses interaksi antar anggota keluarga terjadi misal dalam penyelesaian perselisihan yang terjadi diantara penghuni rumah dan kemudian diselesaikan melalui perantara kepala suku sebagai penengah.


Masyarakat Suku Dayak di Kalimantan Tengah sangat menjunjung tinggi kerukunan, saling menghormati, tolong menolong terhadap sesama manusia baik antara Suku Dayak sendiri maupun Suku Bangsa lain yang datang atau berada di Bumi Tanbun Bungai, mereka tidak mempersoalkan terhadap suku-suku bangsa lain, hal ini terlihat dari budaya masyarakat Dayak yang sangat dikenal yaitu Budaya Rumah Betang (Huma Betang) yakni berarti berbeda-beda tetapi tetap satu dan dilengkapi dengan filsafat masyarakat Dayak Kalimantan tengah seperti “Belum Bahadat” yang berarti manusia hidup berada pada suatu tempat menjunjung tinggi etika dan estetika antara masyarakakat setempat. “Belum Penyang Hinje Simpe” yaitu kehidupan dalam suatu daerah harus diwujudkan dalam hidup yang rukun dalam satu kebersamaan.

Tulisan diatas dikutip dari makalah yang disusun oleh Egi Prasetyo, mahasiswa S1 Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada.
Selengkapnya mengenai pembahasan kebudayaan Dayak dapat dilihat di makalah tersebut.
Anda dapat mengunduh makalah tersebut DISINI. Jangan lupa cantumkan sumbernya ya..
terima Kasih

0 comments

Posting Komentar

 


Blogger Template By LawnyDesigns